Jakarta (Pinmas) —- Akibat dari kebijakan
pemotongan kuota haji bagi setiap negara di seluruh dunia, termasuk
Indonesia, potensi kerugian Pemerintah diperkirakan mencapai Rp800
Miliar. Hal ini diluar potensi kerugian pihak swasta yang
menyelenggarakan haji khusus.
Demikian penegasan Anggito Abimanu ketika diwawancari suai memberikan sambutan pada Pembekala Petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi 1434H/2013M.
“Potensi kerugian Pemerintah mencapai Rp800 Miliar,” terang Anggito.
Menurut Anggito, potensi kerugian itu bersumber dari uang muka yang sudah terlanjur dibayar, serta terkait dengan kompensasi atas jamaah yang tidak jadi berangkat sekarang.
Selain itu, potensi kerugian juga bersumber dari penerbangan. Sebab, tariff dalam kontrak juga terkait dengan jumlah penumpang.
“Akibat pengurangan kuota, jamaah Indonesia yang awalnya 484 kloter, menjadi 387 kloter. Hampir 100 penerbangan berkurang,” kata Anggito.
“Apalagi, pesawat itu kan komersial saja, tidak ada hubungannya dengan haji,” tambah Anggito.
Terkait dengan hal ini, Pemerintah Indonesia akan meminta klaim kepada Pemerintah Arab Saudi.
“Minimal Saudi meminta kepada penyedia perumahan dan catering untuk mengembalikan uang muka itu; atau minimal bias digunakan untuk uang muka tahun depan,” ujar Anggito.
Namun demikia, Anggito menyadari bahwa kalau yang terkait dengan penerbangan tidak bisa dibatalkan. Hanya saja, Kementerian Agama akan meminta klaim kepada Saudi karena itu terjadi akibat kebijakan Pemerintah Arab Saudi.
“Kita tidak bisa meminta ke provider,” imbuh Anggito.
Anggito juga menambahkan bahwa protes yang sama juga dilakukan oleh hampir seluruh negara di dunia. “Sekarang semua sedang antri. Kami sudah meminta bertemu dengan putra mahkota, dan semuanya antri,” tutup Anggito. (mkd) klik sumber
Demikian penegasan Anggito Abimanu ketika diwawancari suai memberikan sambutan pada Pembekala Petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi 1434H/2013M.
“Potensi kerugian Pemerintah mencapai Rp800 Miliar,” terang Anggito.
Menurut Anggito, potensi kerugian itu bersumber dari uang muka yang sudah terlanjur dibayar, serta terkait dengan kompensasi atas jamaah yang tidak jadi berangkat sekarang.
Selain itu, potensi kerugian juga bersumber dari penerbangan. Sebab, tariff dalam kontrak juga terkait dengan jumlah penumpang.
“Akibat pengurangan kuota, jamaah Indonesia yang awalnya 484 kloter, menjadi 387 kloter. Hampir 100 penerbangan berkurang,” kata Anggito.
“Apalagi, pesawat itu kan komersial saja, tidak ada hubungannya dengan haji,” tambah Anggito.
Terkait dengan hal ini, Pemerintah Indonesia akan meminta klaim kepada Pemerintah Arab Saudi.
“Minimal Saudi meminta kepada penyedia perumahan dan catering untuk mengembalikan uang muka itu; atau minimal bias digunakan untuk uang muka tahun depan,” ujar Anggito.
Namun demikia, Anggito menyadari bahwa kalau yang terkait dengan penerbangan tidak bisa dibatalkan. Hanya saja, Kementerian Agama akan meminta klaim kepada Saudi karena itu terjadi akibat kebijakan Pemerintah Arab Saudi.
“Kita tidak bisa meminta ke provider,” imbuh Anggito.
Anggito juga menambahkan bahwa protes yang sama juga dilakukan oleh hampir seluruh negara di dunia. “Sekarang semua sedang antri. Kami sudah meminta bertemu dengan putra mahkota, dan semuanya antri,” tutup Anggito. (mkd) klik sumber